KODE ETIK JURNALISTIK
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi,
dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers
adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna
memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam
mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya
kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan
norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak,
kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu
pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin
kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar,
wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode
Etik Jurnalistik:
Pasal
1
Wartawan Indonesia
bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti
memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur
tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan
pers.
b. Akurat berarti
dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti
semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad
buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan
kerugian pihak lain.
Pasal
2
Wartawan Indonesia
menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang
profesional adalah:
a. menunjukkan
identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak
privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita
yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan
dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati
pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan
plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara
tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi
kepentingan publik.
Pasal
3
Wartawan Indonesia
selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan
fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi
berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah
memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara
proporsional.
c. Opini yang
menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini
interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak
bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal
4
Wartawan Indonesia
tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti
sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak
sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti
tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam
dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau
tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran
gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan
suara.
Pasal
5
Wartawan Indonesia
tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah
semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang
lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang
yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia
tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan
profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi
yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan
umum.
b. Suap adalah segala
pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang
mempengaruhi independensi.
Pasal
7
Wartawan Indonesia
memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui
identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak
untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan
narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah
penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar
belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau
diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record
adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan
atau diberitakan.
Pasal
8
Wartawan Indonesia
tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi
terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit,
cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah
anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah
pembedaan perlakuan.
Pasal
9
Wartawan Indonesia
menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak
narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi
adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait
dengan kepentingan publik.
Pasal
10
Wartawan Indonesia
segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat
disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti
tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran
dari pihak luar.
b. Permintaan maaf
disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal
11
Wartawan Indonesia
melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak
seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah
hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh
pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti
setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas
pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran
kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan
pers.
PEDOMAN MEDIA CYBER
Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan
berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
PBB. Keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan
berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.
Media siber memiliki karakter khusus
sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara
profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor
40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers
bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman
Pemberitaan Media Siber sebagai berikut:
1.
Ruang Lingkup
a. Media Siber adalah
segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan
jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar
Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Isi Buatan Pengguna (User
Generated Content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh
pengguna media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan
berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum,
komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.
2.
Verifikasi dan keberimbangan berita
a. Pada prinsipnya
setiap berita harus melalui verifikasi.
b. Berita yang dapat
merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi
prinsip akurasi dan keberimbangan.
c. Ketentuan dalam
butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita benar-benar
mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber berita yang
pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan
kompeten;
3) Subyek berita yang
harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat
diwawancarai;
4) Media memberikan
penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi
lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada
bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf
miring.
d. Setelah memuat
berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan
setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita
pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
3.
Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)
a. Media siber wajib
mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik
Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.
b. Media siber
mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan
proses log-in terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi
Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.
c. Dalam registrasi
tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa
Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:
1) Tidak memuat isi bohong,
fitnah, sadis dan cabul;
2) Tidak memuat isi
yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan kekerasan;
3) Tidak memuat isi
diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa, serta tidak
merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat
jasmani.
d. Media siber memiliki
kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang
bertentangan dengan butir (c).
e. Media siber wajib menyediakan
mekanisme pengaduan Isi Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada
butir (c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang dengan mudah
dapat diakses pengguna.
f. Media siber wajib
menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan koreksi setiap Isi Buatan
Pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin
secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.
g. Media siber yang
telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b), (c), dan (f) tidak dibebani
tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar
ketentuan pada butir (c).
h. Media siber
bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil
tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).
4.
Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat, koreksi, dan
hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman
Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat, koreksi dan
atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang
diberi hak jawab.
c. Di setiap berita
ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi,
dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila suatu berita
media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung jawab media
siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber
tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang
dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain
yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media yang
menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas
berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita
tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang
tidak dikoreksinya itu.
e. Sesuai dengan
Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi
sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
5.
Pencabutan Berita
a. Berita yang sudah
dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar
redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman
traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan
Dewan Pers.
b. Media siber lain
wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.
c. Pencabutan berita
wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.
6.
Iklan
a. Media siber wajib
membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan.
b. Setiap
berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar wajib
mencantumkan keterangan 'advertorial', 'iklan', 'ads', 'sponsored', atau kata
lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.
7.
Hak Cipta
Media siber wajib
menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
8.
Pencantuman Pedoman
Media siber wajib
mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini di medianya secara terang dan
jelas.
9.
Sengketa
Penilaian akhir atas
sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan
oleh Dewan Pers.
UNDANG UNDANG POKOK PERS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
40 TAHUN 1999
TENTANG
P
E R S
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kemerdekaan
pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat
penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana
tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
b. bahwa dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan
menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh
informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan
untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa pers nasional
sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus
dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan
sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus
mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan
paksaan dari manapun;
d. bahwa pers nasional
berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial;
e. bahwa Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
f. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk
Undang-undang tentang Pers;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang- undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERS. UU
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang
ini, yang dimaksud dengan :
1. Pers adalah lembaga
sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers
adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi
perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan
media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan
informasi.
3. Kantor berita adalah
perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya
serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah
orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah
organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah
pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah
pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
8. Penyensoran adalah
penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan
diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat
mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin
dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9. Pembredelan atau
pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran
secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah
hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau
identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah
seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. 12. Hak Koreksi
adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi
yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi
adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data,
fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers
yang bersangkutan.
14. Kode Etik
Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB
II
ASAS,
FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS
Pasal
2
Kemerdekaan pers adalah
salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi,
keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal
3
(1) Pers nasional
mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol
sosial.
(2) Disamping
fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga
ekonomi.
Pasal
4
(1) Kemerdekaan pers
dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2) Terhadap pers
nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
(3) Untuk menjamin
kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4) Dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak
Tolak.
Pasal
5
(1) Pers nasional
berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma
agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(2) Pers wajib melayani
Hak Jawab.
(3) Pers wajib melayani
Hak Tolak.
Pasal
6
Pers nasional
melaksanakan peranannya sebagai berikut :
a. memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak
Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
c. mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
d. melakukan
pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum;
e. memperjuangkan
keadilan dan kebenaran;
BAB
III
WARTAWAN
Pasal
7
(1) Wartawan bebas
memilih organisasi wartawan.
(2) Wartawan memiliki
dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal
8
Dalam melaksanakan
profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB
IV
PERUSAHAAN
PERS
Pasal
9
(1) Setiap warga negara
Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
(2) Setiap perusahaan
pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal
10
Perusahaan pers
memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk
kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan
lainnya.
Pasal
11
Penambahan modal asing
pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal
12
Perusahaan pers wajib
mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang
bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.
Pasal
13
Perusahaan iklan
dilarang memuat iklan :
a. yang berakibat
merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat
beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras,
narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok
dan atau penggunaan rokok.
Pasal
14
Untuk mengembangkan
pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan
negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB
V
DEWAN
PERS
Pasal
15
(1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan
pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang
independen.
(2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi
sebagai berikut :
a. melakukan pengkajian untuk pengembangan
kehidupan pers;
b. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan
Kode Etik Jurnalistik;
c. memberikan pertimbangan dan mengupayakan
penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan
pemberitaan pers;
d. mengembangkan komunikasi antara pers,
masyarakat, dan pemerintah;
e. memfasilitasi organisasi-organisasi
pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan
kualitas profesi kewartawanan;
f. mendata perusahaan pers;
(3) Anggota Dewan Pers terdiri dari :
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi
wartawan;
b. wartawan yang dipilih oleh organisasi
wartawan;
c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers
dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan
dan organisasi perusahaan pers;
(4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih
dari dan oleh anggota.
(5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan keputusan Presiden.
(6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk
masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode
berikutnya.
(7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal
dari :
a. organisasi pers;
b. perusahaan pers;
c. bantuan dari negara dan bantuan lain
yang tidak mengikat.
BAB
VI
PERS
ASING
Pasal
16
Peredaran pers asing
dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB
VII
PERAN
SERTA MASYARAKAT
Pasal
17
(1) Masyarakat dapat
melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak
memperoleh informasi yang diperlukan.
(2) Kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a. Memantau dan
melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis
pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan
dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers
nasional.
BAB
VIII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
18
(1) Setiap orang yang
secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat
menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(2) Perusahaan pers
yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(3) Perusahaan pers
yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB
IX
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
19
(1) Dengan berlakunya
undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang
berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan
fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan
undang-undang ini.
(2) Perusahaan pers
yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan
diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)
tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
BAB
X
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
20
Pada saat undang-undang
ini mulai berlaku :
1. Undang-undang Nomor
11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuanketentuan
Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia);
2. Undang-undang Nomor
4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya
Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3)
sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar
harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
21
Undang-undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
SEMBILAN ELEMEN JURNALISTIK MENURUT BILL KOVACH DAN TOM ROSENSTIEL
5. Harus menjadi pemantau kekuasaan.
9. Mengutamakan hati nurani.
1. Jurnalisme itu mengejar kebenaran ( truth ) kebenaran itu dibangun setiap hari, misal kecelakaan
kereta, hari pertama mengambarkan berapa orang yang luka, dan korban meninggal lalu
hari kedua ada info dari korban selamat atau polisi dan hari kedua itu berisi
koreksi dari berita sebelum nya dan hari ketiga ada opini dan seterus
nya.kebenaran itu dibangun secara perlahan, maka jadilah peristiwa itu dilihat
secara utuh.
2. Komitmen wartawan kepada masyarakat dan kepentingan
publik.
3. Jurnalisme itu disiplin menjalankan verifikasi selalu mengecek apa yang sudah di liput, tidak cepat
puas, dll. Jangan tertuju pada satu sumber untuk mencari info. Disiplin verifikasi inilah yg membedakan dengan jurnalisme
abal-abal atau yg hanya mencari sensasi.
4. Independen terhadap sumber berita.
6. Menyediakan forum bagi masyarakat.
7. Berusaha keras membuat hal penting menjadi menarik
dan relevan (nyambung).
8. Menjaga agar berita proporsional (sesuai dengan
porsi nya / sesuai dengan kenyataan) dan komprehensip.